MAKALAH
MANUSIA
DAN AGAMA
(diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Keagamaan)

Disusun:
Bayu
Setiadji (17231014)
Nabilla
Fadyah Migisya (17231015)
Imas
Siti Nurhamidah (17231016)
Reny
Sri Wahyuni (17231017)
PROGRAM
STUDI DIPLOMA III ANALISIS KIMIA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017

KATA
PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufiq, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan guna sebagai penunjang pembelajaran.
Harapan
kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah
ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, 09 September 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
Manusia adalah objek yang sangat
unik dan menarik. Oleh karenanya ia menjadi sasaran studi sejak dahulu, saat
ini hingga kemudian hari. Semua lembaga pendidikan yang ada di dunia mengkaji
manusia, karyanya dan dampak dari karya manusia terhadap alam dan dirinya
sendiri. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studi dan keahliannya yang
pada akhirnya melahirkan berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi,
antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain, tetapi sampai saat
ini para ahli itu belum mencapai kata sepakat tentang hakekat manusia itu
sendiri. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia itu misalnya homosapien
(binatang berakal), homo economicus (binatang ekonomi), dan sebagainya.
Berhubungan dengan materi yang akan
dibahas dalam bab ini, akan dijelaskan pula kajian tentang manusia berdasarkan
keterangan-keterangan Al Qur’an sebagai firman Allah SWT. Mengkaji manusia
dalam perspektif Al Qur’an menjadi sangat penting dilakukan oleh umat muslim
mengingat begitu banyaknya kajian tentang manusia dengan berbagai macam
pendekatan. Kajian tentang manusia berdasarkan perspektif Al Qur’an akan
memberikan informasi yang jelas dan benar serta tidak menyimpang dari
ketentuan-ketentuan Allah SWT dalam Al Qur’an yang diakui sebagai sumber
kebenaran yang hakiki.
Selain mengkaji tentang manusia, pada bab ini akan
dikaji juga permasalah lain yang sangat terkait dengan manusia, yakni
permasalahan agama. Agama merupakan suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan
dari manusia, mengingat sejak manusia lahir ke dunia sebenarnya sudah dibekali
oleh Allah dengan fitrah beragama, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar
Rum (30) : 30
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[30].
Karena itu keterkaitan antara
manusia dan agama merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia dan manusia tidak
dapat hidup dengan teratur dan sejahtera di dunia ini tanpa agama.
Agama memberikan
penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik
(takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti
naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa
seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku
manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh
potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main
judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu
mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai
dengan ajaran agama.
Dalam makalah ini permasalahan yang kami tinjau adalah
:
1. Dari mana
asal manusia?
2. Bagaimana
manusia dalam pandangan islam?
3. Apa itu
agama?
4. Apa faedah
beragama?
5. Apa hubungan
manusia dan agama?
1. Untuk
memahami asal-usul manusia menurut pemikiran ilmu dan naqal
2. Untuk
mengetahaui pengertian, klasifikasi, dan faedah dari agama
3. Untuk
saling bertukar pikiran diantara sesama anggota kelompok
4. Membangun
kerjasama antar anggota kelompok
5. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Keagaamaan
BAB 11 PEMBAHASAN
Pembicaraan kita tentang manusia dan agama kita mulai dari manusia itu
sendiri. Siapakah manusia itu ?
Pertanyaan tersebut dijawab oleh dua sumber, akal dan naqal. Jawaban akal
berasal dari manusia, sedangkan jawaban naqal berasal dari tuhan. Jawaban
manusia terbagi dua pula, pertama, berdasarkan pengetahuan primitifatau
bersahaja, kedua penetahuan ilmu. Jawaban dibagi dua pula, pertama, yang
dianggap atau yang di percayai berasal dari tuhan, yang kedua, yang sungguh-sungguh
berasal dari tuhan yang maha esa. Disamping itu ada lagi jawaban jenis kelima,
yaitu filsafat yang juga terbagi dua, yang berdasarkan pengetahuan akal semata-mata
dan pengetahuan naqal.
Jawaban yang berdasarkan pengetahuan bersahaja dipandang oleh manusia
modern atau pengetahuan ilmiah sebagai tahayul atau dongeng. Karena itu
tidaklah perlu diuraikan disini. Yang penting ialah jawaban yang berdasarkan
pengetahuan ilmu, karena banyak orang – orang akademik atau orang – orang
modern berpegang adanya. Jawaban ilmiah di pengaruhi atau di galakkan oleh
filsafat akal.
Pertanyaan tentang siapakah itu manusia berkaitan dengan dua pertanyaan
lain: dari mana dan kemana akhirnya manusia itu?
Jawaban ini adalah mudah. Manusia itu berasal dari orang tuanya. Darimana
pula asal orang tuanya itu. Masih mudah menjawabnya. Ya, mereka berasal dari
pada orangtuanya pula. Kalau pertanyaan ini kita lanjutkan berulang –ulang,
sampailah kita pada orangtua yang pertama. Orangtua pertama tentu tidak
mempunyai orangtua. Bagaimanakah kejadiannya, sehingga orang tua pertama itu
ujud?
Pertanyaan itu dijawab oleh dua ilmu dengan teori desedensi (keturunan)
atau teori evolusi. Teori evolusi adalah anggapan ilmu bahwa jenis-jenis hewan
dan tumbuhan yang ada sekarang tidak lahir menurut ujudnya seperti yang
sekarang ini. Dan manusia berasal dari bangsa yang lebih rendah, yakni hewan.
Teri ini berpangkal dari Lamark, seorang ahli ilmu hayat termasyhur Prancis.
Pada Lamarck tahun 1744-1829 teori itu baru bersifat spekulatif/pemikiran.
Charles-Darwinlah (1809-1882), ahli ilmu hayat Inggris terkenal, yang
menjadikannya ilmiah dengan memberikan dasar data-data.
Namun teori evolusi itu makin lama
makin nyata kelemahannya. Kelemahan yang paling banyak diperdebatkan ialah
tentang “missing link”, yakni putusnya hubungan atau tidak ditemukannya jenis
antara dari bangsa hewan kepada jenis manusia. Pokok-pokok dari teori Darwin
telah dibatalkan oleh penemuan-penemuan ilmiah sesudah dia. Yaang bertahan dari
teori itu ialah garis besarnya saja.
Bila teori evolusi itu benar maka
lapisan-lapisan baru harus menyimpan catatan-catatan yang lengkap tentang
perkembangan hidup sepaanjang waktu geologis. Dan catatan tersebut harus
mengaandung data bertahap yang kontinue tentang evolusi hidup, misalnya dari
amuba sampai manusia. Ternyata apa yang diharapkan itu tidak terbukti, malah
sebaliknyalah yang ditemukan.
Kenyataan itulah yang membingungkan
Darwin sendiri, seperti katanya:”.... secra keseluruhannya data geologis itu
terlalu tidak lengkap. Sedangkan bila kita pusatkan perhatian kita hanya pada
satu lapisan saja, maka lebih menyulitkan lagi: misalnya mengapa kita tidak
menemukan didalamnya perbedaan-perbedaan bertahap diantara spesies yang dekat
yang hidup dalam lapisan tersebut:. (the origin of spesies, 1872, bab 10)
Teori evolusi memberatkan pandangan
pada satu segi saja, yakni ia menekan kan persamaan pada sudut jasmaniah,
sambil mengabaikan segi perbedaan yang asasi pada sudut rohaniah. Antara robot
dan manusia memang ada segi persamaan nya, tapi segi perbedaannya jauh lebih
asasi.
Kesimpulan jawaban ilmu terhadap
pertanyaan tentang asal manusia ialah: manusia berasal dari hewan. Ia lahir di
ujung evolusi dunia binatang. Darwin menteorikan: manusia dan beruk
bermoyangkan sama, yakni kera purba. Teori ilmu itu adalah jawaban akal
manusia. Manusia adalah makhluk yang nisbi, karena itu akalnya terbatas,
betapapun melonjak tingginya ilmu dan teknologi yang dihasilkannyadi masa
modern kini. Karena terbatasnya akal, nisbi pulalah teori evolusi yang
disusunnya. Maka tak heranlah, kalau timbul kritik-kritik terhadap teori itu.
Sekarang kita tinjau pula apa
jawaban naqal (firman Tuhan dan sabda Utusan-Nya) terhadap masalah asal manusia. Agama di dunia
ini bukanlah satu. Karena itu berbeda-beda kepercayaan tentang Tuhan dan
Utusan-Nya. Maka berbeda-beda pula naqal yang dipercayai berasal dari kedua
sumber itu. Diantara perbedaan-perbedaan itu ada perbedaan yang mencolok antara
naqal dalam agama Islam dan agama-agama lain. Yang pertama dapat dipastikan
oleh ilmu sejarah, karena memiliki fakta-fakta sejarah yang lengkap, sedangkan
yang kedua tidak. Karena pada agama Islamlah turunnya naqal itu dapat
dipertanggung-jawabkan dalam ilmu sejarah, kita batasilah jawaban naqal itu
dengan agama Islam saja.
Dalam Al-Quran, kitab suci Islam,
yang merupakan kodifikasi (himpunan tertulis) firman-firman Allah, banyak
ditemukan ayat yang menerangkan asal kejadian manusia, diantaranya:
ۖحَيٍّ شَيْءٍ كُلَّ الْمَاءِ مِنَ وَجَعَلْنَا ۖ هُمَافَفَتَقْنَا رَتْقًا كَانَتَا وَالْأَرْضَ
السَّمَاوَاتِ أَنَّ
“...langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”(Q.S. Al
Anbiya:30)
امَذْكُورً شَيْئًا يَكُنْ لَمْ
الدَّهْرِ مِنَ حِينٌ الْإِنْسَانِ عَلَى أَتَىٰ هَلْ
“Bukankah
telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut?.” (Q.S Al Insan:1)
وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
“Padahal Dia
sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.”(Q.S.
Nuh:14)
وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ
الْأَرْضِ نَبَاتًا
“Dan Allah
menumbuhkan kamu dari tanah dengan pertumbuhan (yang berangsur-angsur).”(Q.S.
Nuh:17)
لَازِبٍ
طِينٍ مِنْ خَلَقْنَاهُمْ إِنَّا
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan mereka dari tanah liat.”(Q.S. As Shaffat:11)
فَيَكُون كُنْ لَهُ قَالَ ثُمَّ تُرَابٍ مِنْ خَلَقَهُ
ۖ آدَمَ كَمَثَلِ اللَّهِ عِنْدَ عِيسَىٰمَثَلَ إِنَّ
“Sesungguhnya
misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya:
"Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia.” (Q.S. Ali ‘Imran:59)
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
“Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk.”(Q.S. Al Hijr:28)
.مَّهِينٍ مَّاء مِّن سُلَالَةٍ مِن
نَسْلَهُ جَعَلَ ثُمَّ.طِينٍ مِن الْإِنسَانِ خَلْقَ وَبَدَأَ خَلَقَهُ شَيْءٍ كُلَّ أَحْسَنَ
الَّذِي
.تَشْكُرُونَ
مَّا قَلِيلًا وَالْأَفْئِدَةَ وَالْأَبْصَارَ
السَّمْعَ لَكُمُ وَجَعَلَ رُّوحِهِ مِن
فِيهِ وَنَفَخَ سَوَّاهُ ثُمَّ
“Yang membuat segala
sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia
dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air
mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)wya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”(Q.S.
As-Sajdah:7-9)
Ayat-ayat tersebut menguraikan tentang asal kejadian manusia dari tanah
dengan istilah yang bermacam-macam. Diujung pembentukan jasmani, dihembuskan
Tuhan roh kedalam jasad manusia. Maka manusia memiliki juga hidup rohaniah.
Demikianlah dalam dunia ilmu data-data yang ditemukan pada alam menjadi
dasar teori evolusi, sedangkan dalam agama Islam data-data yang ditemukan dalam
Quranlah yang menjadi dasar ajaran tentang asal kejadian manusia.
Menurut ilmu, manusia terdiri dari jasad yang material, yang tak banyak
bedanya daripada jasad hewan. Ambil misalnya perbedaan lahiriah antara manusia
dan antropoide (tingkat hewan yang tertinggi). Perbedaan yang menonjol hanyalah
pada otak dan tangan. Otak manusia lebih besar, dengan kulit otak yang lebih
sempurna dan tangannya yang demikian baik susunannya. Kerjasama yang selaras
antara empu dan jari-jari tangan memungkin tangan menjadi alat pemegang. Dengan
fungsi itu tangan jadi pangkal teknik, yakni kerja dengan alat. Kemampuan
tangan itu memungkinkan manusia bertukang. Ilmu pertukangaan itu disebut teknologi.
Tetapi dari segi batiniah besar
sekali beda manusia daripada hewan. Manusia mempunyai jiwa, yang memungkinkan
otak itu berfikir. Kalbunya jadi sumber penghayatan rohaniah dan tangan jadi
pangkal teknik, mewujudkan apa yang dipikirkan oleh otak dan dirasakan oleh
kalbu. Dengan diakui adanya jiwa dalam diri manusia, maka ilmu menyediakan
suatu cabang ilmu khusus, yakni ilmu jiwa atau psikologi, untuk mengkaji
perkara-perkara tentang kejiwaan. Jiwa memungkinkan individu-individu manusia
membentuk kehidupan sosial. Kehidupan sosial membentuk masyarakat. Dengan
masyarakatlah manusia hidup secara kemanusiaan.
Adapun jawaban Islam atas pertanyaan yang sama, proses kejadian manusia
sebagai individu diuraikan oleh Al-Quran dan Hadits:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ٠ثُمَّ جَعَلْنَاهُ
نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ٠ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا
الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ
لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ
الْخَالِقِينَ٠
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al
Mu’minun:12-14)
Hadits mengulas ayat tersebut
sebagai berikut:
“Bahwasannya seorang kamu dihimpunkan kejadiannya di
dalam perut ibunya selama 40 hari, kemudian merupakan alakah (segumpal darah)
seumpama demikian (selama 40 hari, kemudian dia merupakan mudghatan (segumpal
daging)seumpama demikian (selama 40 hari). Kemudian Allah mengutus seorang
malaikat, maka diperintahkan kepadanya (malaikat) empat perkataan. Dan
dikataakan kepada malaikat: engkau tuliskanlah amalannya, dan rezekinya dan
ajalnya dan celaka atau bahagianya. Kemudian ditiupkanlah kepada makhluk itu
roh...” (H.R. Bukhari:248).
Proses
evolusi kejadian individu yang diberitakan sebagai wahyu oleh Tuhan dan
diucapkan sebagai Hadits oleh Utusan-Nya 14 abad yang lalu tidak berlawanaan
dengan apa yang berhasil dikaji oleh geneakologi (ilmu kandungan) di masa kini.
Hanya saja pengisian roh oleh Tuhan kedalam janin tak mungkin ditangkap oleh
penelitian ilmu, karena roh itu bersifat gaib dan penghembusannya juga gaib.
Dan kajian ilmu, seperti telah disinggung diatas hanya mengenai alam nyata.
Jiwa
yang bersifat gaib hakiki tidak akan terkaji oleh ilmu. Dan filsafat akan
menafsirkannya bermacam-macam, yang hanya akan menimbulkan keraguan. Karena
tentang perkara roh tidak ada kemampuan akal memecahkannya, maka Qur;an
memperingatkan: “mereka akan bertanya
kepadamu tentang roh. Jawablah roh itu masuk urusan Tuhan, kepadamu hanya
diberi sedikit pengetahuan.” (Q.S Al Israa’:85). Pengetahuan yang sedikit
itulah yang dimiliki oleh ilmu.
Dengan
adanya roh terjadilah perkembangan anak manusia menjadi makhluk rohaniah-sosial
itu dalam laku-perbuatan manusia diakui sepenuhnya oleh kajian ilmu, bahkan
juga oleh teori evolusi.
Dengan
pandangan serba-zat, ilmu beranggapan bahwa budi (rasio) yang berpikir
merupakan fungsi otak, dan merasa rohaniah merupakan fungsi kalbu. Kajian ilmu
jiwa menguraikan rasa rohaniah itu dalam enam unsur, yaitu rasa agama, rasa
etika, rasa estetika, rasa intelek, rasa sosial, dan rasa diri sendiri. Tetapi
apakah betul organ itu yang berpikir dan organ kalbu itu yang menghayati?
Pertanyaan yang sejajar dapat diajukan tentang penglihatan. Apakah betul mata
itu yang melihat? Apabila tidak ada cahaya, apakah mata itu melihat benda-benda
yang ada dihadapannya? Apabila rangsangan-rangsangan yang ditangkap oleh mata
tidak disalurkan oleh saraf-saraf mata ke otak, apakah mata itu melihat juga?
Tentang
mata kita dapat memastikan, bahwa sesungguhnya bukan matalah yang melihat, tapi
ia hanya sekedar alat penglihatan. Bagaimana dengan otak dan kalbu? Bukankah
hewan juga mempunyai otak dan kalbu? Tetapi kenapa ia tidak berpikir dan
menghayati? Jawaban yang tersedia ialah, kedua organ itu hanyalah sekedar alat.
Sesungguhnya yang melihat dan menghayati itu adalah substansi yang berada di
belakang kedua organ tersebut. Substansi itu ialah roh, yang berada di belakang
materi jasad, yang menjadikan organ-organ badan sebagai alat untuk kehidupan
batin, untuk kegiatan-kegiatan rohaniah. Sebab yang hakikat pada manusia
adalaah rohnya, bukan badannya yang tak banyak bedanya dari pada hewan, yang sekali dalam tujuh tahun mengalami
pergantian sel-sel.
Jasad
manusia berasal dari zat-zat bumi, tumbuh melalui proses dalam rahim ibu
menjadi janin, untuk keluar sebagai bayi diujung evolusinya. Demikian pula
dengan binatang. Tetapi dalam proses pertumbuhan badan manusia, Tuhan
menghembuskan roh. Ini tidak terjadi pada hewan. Karena roh itu maka terjadilah
perbedaan asasi antara manusia dan hewan.
Dengan
demikian, nyatalah bahwa manusia terdiri atas dua substansi, materi yang
berasal dari bumi dan roh yang berasal dari tuhan. Maka yang hakikat pada
manusia adalah roh itu, sedangkan jasad hanyalah alat yang dipergunakan oleh
roh untuk menjalani kehidupan material di alam yang material ini.
Dengan
adanya roh adapula aktivitas berpikir dan merasa. Jalinan pikir dan rasa inilah
sesungguhnya yang dikandung oleh akal.
Akal
berasal dari kata Arab (‘aqal). Dalam
bahasa Indonesia orang biasa menyalinnya dengan pikir/pikiran. Jadi kata jadian
berakal, disalin dengan berpikir. Tidak beraka: tidak berpikir.
Dengan
demikian pengertian yang dikandung oleh
istilah akal adalah pikir dan rasa. Ia terbagi dalam dua segi dan tiap segi
berpotensi untuk bekerja sendirian. Tetapi dalam bentuknya yang penuh atau
dalam ujudnya yang lengkap, akal itu ialah jalinan kerja budi dan kalbu,
kerjasama antara pikir dan rasa. Apabia budi dan kalbu bekerja sendiri-sendiri,
hasilnya akan berat sebelah. Hanya dengan aktivitas akallah akan tercapai hasil
penuturan (reasoning) yang maksimal, karena dapat dopertimbangkan dua tenaga
rohaniah yang menjadikan manusia makhluk tertinggi diantara makhluk-makhluk
yang ada.
Frederik W. Bailes mengistilahkan budi
dengan “pikir objektif” dan rasa
dengan “pikir subjektif”. Tentang
aktivitasnya masing-masing dilukiskannya sebagai berikut:
Pikir objektif manusia ialah pikir yang melakukan
penuturan, melakukan pilihan dan memberi arah. Ia tidak mencipta, melainkan
terutama memberi arah kepada aktivitas mencipta. Pikir subjektifnya ialah pikir
yang mencipta, ia adalah kedalaman yang jauh, tersembunyi dan tak sadar, dalam
mana semua pemikiran dan laku perbuatannya yang sudah-sudah tersimpan.
Pemikiran dan laku-perbuatan itu tidaklah hilang, sekalipun ia secara sadar tak
dapat mengingatnya, tapi muncul dalam mimpi dan kompleks-kompleks. Pikir
subjektif merawat kerja yang beragama dari jasmani.
Pikir (objektif dan subjektif) menurut Dokter itu merupakan perantara
atau penghubung anatara roh dan badan. Bailes menggambarkan manusia dalam
bentuk tiga lingkaran, yang mempunyai titik pusat yang sama. Lingkaran pusat
adalah roh. Lingkaran kedua, yang terletak antara lingkaran pertama dan ketiga
ialah pikir objektif dan pikir subjektif (atau istilah kita akal). Lingkaran
ketiga, yakni yang sebelah luar adalah badan atau fisik.
|
I.
Pusat lingkaran diibaratkan Roh,
II.
Lingkaran kedua, diibaratkan akal,
III.
Lingkaran ketiga, diibaratkan jasad.
|
|
|
|
|
|
|
|
I
|
|
II
|
|
III
|
Apa yang terjadi pada jasad (baik tingkah-laku dan perbuatan ataupun
gejala-gejala seperti penyakit) bukanlah berasal dari roh, tapi dari pikir dan
rasa. Dengan demikian laku atau perbuatan yang salah atau jahat bukanlah
berasal dari roh, tapi dari mind (istilah yang dipakai Bailes untuk menunjuk
pikir objektif dan subjektif). Jadi mindlah yang melahirkan laku-perbuatan atau
gejala yang tidak baik atau jahat. Dan isi mind itu berasal dari seluruh
pengalaman individu semenjak ia lahir.
Kenapa perbuatan jahat atau penyakit dilahirkan oleh mind, atau akal?
Roh itu suci, karena berasal dari yang maha suci. Yang mungkin bernoda adalah
akal. Akal yang kotor ini menutup kesucian roh dan melahirkan penyakit dan
perbuatan jahat.
Pemakaian istilah mind oleh Bailes, yang menunjuk himpunan pengertian
pikir objektif dan pikir subjektif, sejajar dengan istilah akal yang kita
pakai, yang menunjuk aktivitas budi (pikir) dan aktivitas kalbu (rasa).
Manakala diteliti posisi roh , akal dan jasad dalam saling hubungannya
pada diri manusia, dapatlaj disimpulkan, bahwa akal merupakan fungsi roh dan
jadi penghubung antara roh dan jasmani. Kesimpulan ini sejajar dengan teori
Bailes.
Hanya tentang jawaban pertanyaan “apakah itu roh” terdapat perbedaan
besar antara teori Bailes dan ‘aqidah Islam. Bagi Bailes roh itu adalah
sebagian dari roh universal, yakni Tuhan. Dengan demikian ia berfahamkan
panteisma atau wihdatul-wujud, paham penyatuan Kholik dan makhluk. Bagi akidah
islam yang berfahamkan tauhid, adalah roh ciptaan Allah, yang dihembuskannya
kedalam janin dalam proses pertumbuhan individu manusia. Dengan demikian ada
jarak antara Pencipta dan alam.
Budi dan kalbu
masing-masing mempunyai kekuatan, disamping kelemahannya. Apabila budi dan
kalbu bekerja sama, maka yang satu dapat mengisi kelemahan yang lain.
Perimbangan inilah yang jadi tenaga akal yang luar biasa. Tenaga inilah yang
dituntut oleh Islam agar dimiliki oleh tiap muslim.
Kalau hanya
menggunakan budi saja, maka Tuhan tidak akan pernah ditemukan. Karena sasaran
budi adalah material, sedangkan Tuhan tidak bersifat material. Kalau hanya
menggunakan penghayatan saja, maka tiap-tiap makhluk ghaib ditangkap. Maka
orang menjadi syirik dan jatuh kepada kepercayaan serba-jamak Tuhan
(politeisma), percaya Tuhan atau Dewa lebih dari satu.
Apabila budi dan kalbu
bergerak seimbang, maka akan membawa orang kepada tauhid. Budi dengan
penuturannya melakukan pilihan dan memberi arah kepada kalbu, sehingga
tertempuh jalan lurus, Shiraathal Mustaqiim. Jalan lurus ini membawa orang
kepada Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut oleh Islam
dengan Allah. Bersabdalah Nabi:
“Wahai
manusia!pakailah akal untuk mengenal Tuhanmu... ketahuilah bahwa akal itu
menolong kamu untuk mengenal Tuhanmu!...”
Mukmin ialah orang yang percaya akan keesaan Tuhan,
yang diistilahkan Tauhid. Kepercayaannya itu adalah hasil dari pemikiran dan
penghayatannya. Karen aitulah Nabi berkata:
“Tiap-tiap
sesuatu ada tiangnya. Tiang mukmin ialah akalnya...”
Demikian diberatkan peranan akal oleh Islam,
sehingga akal dan Islam merupakan “dua yang satu”.
“Sesungguhnya
Diin itu akal. Tidak ada Diin bagi Dia yang tidak memperunakan akal.”
Dengan demikian peningkatan Islam seseorang
bergantung pada peningkatan akalnya. Untuk itu:
·
Budinya perlu
diperkaya dengan ilmu;
·
Kalbunya
perlu diisi dengan agama.
Perimbangan antara budi dan kalbu meningkatkan
derjat manusia, perimbangan ilmu dan agama meningkatkan derajat keislaman
seseorang.
Allah SWT berfirman:
لِيَعْبُدُونِ إِلَّا وَالْإِنْسَ الْجِنَّ خَلَقْتُ وَمَا
“Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S.
Ad Dzariyat:56).
هَا كُلَّٱلْأَسْمَآءَ ءَادَمَ وَعَلَّمَ ...خَلِيفَةًۭٱلْأَرْضِ فِى جَاعِلٌۭإِنِّىا
“... aku menempatkan
khalifah di bumi... Dan Tuhan mengajarkan kepada Adam nama segalanya.” (Q.S. Al
Baqarah: 30-31)
Manusia
adalah pencipta (hanya mengubah bentuk) juga menyambung ciptaan pertama (Tuhan
mencipta dari ketiadaan), pengganti pencipta pertama di dalam alam, mewakili
pencipta yang pertama dalam kehidupan dunia. Inilah makna “khalifah fil ardh,”
khalifah di bumi.
Pertanyaan sebagai judul diatas dengan mudah
dijawab oleh pengetahuan sehari-hari, yaitu akhirnya manusia itu mati. “apa itu
mati?” ini tidak terjawab oleh pengetahuan sehari-hari.
Bagi pengetahuan indera adalah mati itu tidak
bernafas lagi, darah tak jalan lagi, tidak bergerak lagi, diam . . . , diam
saja. Badan tegang dan dingin, berwarna pucat, setelah 24 jam kalau badan itu
dibiarkan saja dalam udara terbuka, ia mulai membusuk. Ini adalah ciri-ciri
luar dari kematian.
Hakikat mati yang sesungguhnya tetap jadi rahasia,
tak mungkin dibongkar oleh ilmu.
Mati adalah gaib hakiki. Menurut Islam, hakikat
manusia adalah roh yang berasal dari Tuhan, bukan jasad yang terbentuk melalui
proses biologi dari bumi. Karena itu kematian bukanlah sesungguhnya berpangkal
daripada organ jasad yang tidak berfungsi lagi, tapi karena roh keluar dari
badan. Dengan keluarnya roh itu, maka organ-organ vital manusia tidak lagi
menjalankan fungsinya. Kerusakan organ sebab, mati akibat.
يَتَوَفَّاكُمْ ثُمَّ خَلَقَكُمْ وَاللَّهُ
“Dan
Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian diwafatkan-Nya kamu . . .” (Q.S. An
Nahl : 70).
Ada macam-macam pengertian agama,
yaitu:
a.
Agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu a yang berarti “tidak”, dan gama yang berarti “kacau”. Jadi, kata agama berarti “tidak kacau” atau
“teratur”. Dengan demikian, agama adalah peraturan yang mengatur manusia agar
kehidupannya menjadi lebih teratur dan tidak kacau.
b.
Dalam bahasa Inggris, agama disebut religion; dalam bahasa Belanda disebut religie, berasal dari bahasa Latin relegere yang berarti mengikat,
mengatur, atau menghubungkan. Jadi, religion,
atau religie dapat diartikan sebagai aturan
hidup yang mengikat manusia dan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Meskipun pengertian tentang agama
yang dikemukakan oleh para sarjana Barat berbeda-beda, tetapi ada bentuk-bentuk
yang memberikan ciri-ciri khas dari kepercayaan dan pemujaan, misalnya
kepercayaan kepada Dewa-Dewa atau Tuhan; kebaktian atau penyebahan kepadanya,
kepercayaan kepada yang sakral dan yang profane,
kepercayaan kepada wahyu atau pencarian keselamatan dan kebahagiaan hidup.
c.
Dalam Al-Quran atau Hadits Nabi, agama disebut dengan
kata diin atau millah atau syari’ah.
Kata diin atau ad-diin artinya pembalasan, adat kebiasaan, peraturan, atau hari
pembalasan/hari kiamat. Kata millah
berarti undang-undang atau peraturan. Kata syari’ah
berarti jalan yang harus dilalui atau hukum.
Di dalam Al-Quran kata diin sering dihubungkan dengan kata Al-Islam, Allah, Al-Haq, Al-Qayyim. Hal
ini dapat dilihat dalam perkataan:
·
Dinul-Islam (agama
Islam), dalam Q.S Ali Imran (3):85
dan Q.S. Al-MaidahI(5):3.
·
Ad-Diinul
Qayyim (agama yang lurus), dalam Q.S At-Taubah
(9):36; Q.S. Al-Bayyinah (98):5.
·
Diinullah, dalam Q.S. Ali-Imran (3):83; Q.S. An-Nahsr (100):2.
·
Ad-Diinul
Haq, dalam Q.S At-Taubah (9):29,33.
Perkataan Al-Millah dapat ditemukan dalam Q.S. Al-An’am (60):161;Al-Haj(22):78.
Perkataan Syari’ah dapat dijumpai dalam surat Al-Jasiyah(45):18.
Perlu dikemukakan bahwa arti kata Ad-Diin lebih bersifat umum, yang dalam
Al-Quran digunakan untuk menyebut agama Islam dan agama selain Islam. Hal ini
dapat dilihat dalam Q.S. Al-Kafirun(109):6.
Dalam Living Religions of the World, Ahmad Abdullah Al-Masdoosi membagi
agama menjadi tiga macam, yaitu:
a.
Revealed and Non-Revealed (agama wahyu atau agama
samawi)
Revealed and Non-Revealed (agama wahyu atau agama samawi) adalah agama yang
ajarannya menghendaki iman kepada Allah, kepada para Rasul-Nya, dan kepada
kitab-kitab-Nya, dan pesan-pesannya untuk disebarkan kepada segenap umat
manusia, Revealed-religions sering
disebut agama wahyu, agama langit, agama samawi, atau agama profetis. Menurut
al-Masdoosi agama yang termasuk kedalamnya adalah Yudaisme, Kristen, dan Islam.
b.
Missionary and Non-Missionary
Menurut al-masdoosi, pada dasrnya
agama wahyu adalah agama missionary (agama dakwah), sedangkan agama non-wahyu
bukan agama missionary. Agama missionary satu-satunya hanyalah agama Islam.
c.
Geoghraphical-racial and universal
Agama yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah sebagai berikut:
·
Geografical Simetik, yaitu agama Yahudi, Nasrani, dan Islam;
·
Geografical non simetik, terbagi menjadi:
i.
Non-semetik-arya, yaitu Hinduisme, Jainisme, Sekhisme,
dan Zoroastrianisme;
ii.
Non semetik-mongolian, yaitu Taoisme, Shintoisme,
Confusionisme.
·
Geografical non-semetik yang merupakan campuran arya
dan mongolia adalah Buddhisme.
Sementara
itu, agama yang termasuk kedalam semetik universak hanyalah Islam.
Sejak zaman primitif sampai zaman ultra modern (era
globalisasi) saat ini, manusia tetap memerlukan Tuhan atau agama. Ini
membuktikan bahwa bertuhan atau beragama menjadi fitrah manusia. Meskipun
kehidupan agama sering dihalang-halangi oleh faham materialisme, komunisme,
positivisme, dan pragmatisme agama tetap hidup dan tumbuh sepanjang zaman,
tidak pernah mati.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama
dalam bidang transportasi dan informasi dengan segala akibat negatifnya di
dunia Barat, seperti mengesampingkan agama dan menempatkan akal sebagai suatu
ukuran yang mutlak. Telah menimbulkan krisis diberbagai sektor kehidupan,
terutama krisis dalam bidang moral. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengantarkan manusia kepada kehidupan yang mudah dan menyenangkan. Segala
kebutuhan fisik dapat tercapai. Namun, ternyata setelah kebutuhan hidup secara
materil tercukupi, masih ada kekurangannya. Ada kebutuhan primer lain yang
harus dipenuhi, yaitu pegangan untuk hidup berupa agama. Dengan agama manusia
akan diberi petunjuk tentang apa fungsi, tugas, serta tujuan hidupnya.
Disamping itu agama juga akan menunjukkan apa yang harus diusahakan dan bagaimana
cara megusahakan dan memperolehnya.
Dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa
bagaimanpun agama tetap diperlukan dalam hidup manusia. Tanpa agama atau imtaq,
segala kemampuan manusia, baik dari segi pemikiran atau dari segi iptek, bukan
akan memberikan kebahagiaan kepada manusia, melainkan justru membawa tragedi
hidup, bahkan akan dapat membinasakan umat manusia.
Adapun faedah beragama antara lain :
i.
Dapat menjadi
pedoman dan petunjuk dalam hidup.
ii.
Dapat menjadi
penolong dalam mengatasi berbagai persoalan atau kesukaran hidup.
iii.
Dapat
memberikan ketentraman batin bagi mereka yang dapat menghayati dan mengamalkan
agama dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi sejahtera dan aman sentosa ;
kehidupan pribadi, rumah tangga, masyarakat dan bangsanya.
iv.
Dapat
membentuk kepribadian yang utuh atau membangun manusia seutuhnya.
Salah
satu naluri (fitrah) manusia mempunyai naluri untuk beragama. Naluri beragama
ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Agama
dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya
dengan gejala-gejala psikologis yang merupakan bagian dari kehidupan batin
manusia yang paling mendalam. Dengan begitu, naluri beragama merupakan naluri
yang tetap ada dalam diri manusia. Sebab naluri ini merupakan perasaan
membutuhkan kepada Sang Pencipta Yang Maha Kuasa yang mengaturnya, tanpa
memandang siapa yang dianggap Sang Pencipta tersebut.
Dalam Al-Quran, manusia berulang-kali diangkat derajatnya, berulang-kali
pula direndahkan. Manusia dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan
bahkan para malaikat; tetapi, pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih
berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahannam sekalipun.
Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga
mereka merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh
karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan
menentukan nasib akhir mereka sendiri.
Agama adalah tata hubungan manusia dengan Tuhan. Tata hubungannya itu
dalam agama langit ditentukan sendiri oleh Tuhan melalui wahyunya. Selama Tuhan
itu dipercayai sebagai Khalik dan manusia makhluk-Nya, tata hubungan tidak akan
mungkin berubah, betapapun manusia itu mengalami kemajuan, sekalipun
kebudayaannya berkembang pesat digerakkan oleh ilmu dan teknologinya yang luar
biaa. Kebudayaan sebagai pernyataan hubungan manusia dan manusia serta manusia
dan alam, dapat berubah serba terus, tetapi agama sebagai pernyataan hubungan
manusia dengan Tuhan adalah serba tetap.
Tata hubungan manusia dan tuhan dalam agama budaya bukan berasal dari
naqal, tetapi dari akal, dan yang berpikir berdasarkan kepercayaan ( yang berisi
anggapan ) dan pengetahuan serta pengalaman manusia. Perkembangan kebudayaan
mengubah kepercayaan, pengetahuan dan pengalaman itu, sehingga diperlukan
perubahan agama, supaya ia tetap selaras dengan kebudayaan yang berubah itu.
Perkembangan kebudayaan dari masyarakat yang menganut agama langit tidak
mengubah agama ( karena tidak ada kuasa manusia mengubah ketentuan Tuhan ),
melainkan hanya merubah tafsiran tentang agam itu dan mungkin juga mengubah
beberapa pelaksanaan atau norma agama.
Menurut pendapat Ayatullah Murtadha Muthahhari (seorang ulama
dan pemikir Iran yang karya-karyanya menjadi peletak dasar dari Revolusi Islam Iran) menunjukkan dalam Manusia dan Agama bahwa pada diri manusia ada sifat kehewanan dan
kemanusiaannya. Karakteristik khas dari kemanusiaannya ialah iman dan ilmu (sains). Manusia
mempunyai kecenderungan untuk menuju “ke arah kebenaran-kebenaran dan
wujud-wujud suci”. “Manusia tidak bisa hidup tanpa mensucikan dan memuja
sesuatu”. “Oleh karenanya, kita menyimpulkan bahwa perbedaan yang paling
penting dan mendasar antara manusia dan makhluk-makhluk lainnya ternyata pada
iman dan ilmu (sains) yang merupakan kriteria kemanusiaannya”.
Dengan
pembahasan dari mana asal manusia, siapakah manusia, untuk apa manusia
diciptakan, apa fungsi manusia, kemana akhirnya manusia, pengertian agama,
klasifikasi agama, faedah agama,dan hubungan manusia dan agama selesailah pembicaraan kita tentang manusia
dan agama.
Manusia
memiliki dua substansi yaitu roh (dari Tuhan) dan materi (dari bumi). Manusia terbagi dalam tiga bagian, yaitu roh,
akal, dan jasad. Akal adalah fungsi roh dan merupakan penghubung antara roh dan
jasad.
Manusia
hakikatnya adalah makhluk biologis, psikologi, dan sosial yang memiliki dua
predikat statusnya di hadapan Allah dan fungsinya di dunia sebagai khalifah
Allah, mengatur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan
manusia sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada
sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan
pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.
Agama
adalah sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan (tata hubungan
manusia dengan Tuhan). Ia sendiri merupakan kebutuhan fitri dan emosional
manusia, dan satu-satunya sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fitri
manusia yang tak sesuatu pun dapat menggantikan kedudukannya.
Manusia
tanpa agama adalah makhluk yamng tragis dan tidak sempurna. Makhluk hidup
semacam ini menjadi serakah, pembunuh, dan kikir. Mereka itu lebih hina dari
binatang jahanam sekalipun.
Dalam
pembuatan makalah pendidikan keagamaan tentang manusia dan agama, demikian yang
dapat kami paparkan. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami
khususnya. Dan tentunya makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan , guna memperbaiki makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahnya
Saifuddin Anshari, Endang. 1975. WAWASAN ISLAM “pokok-pokok fikiran tentang
Islam dan ummatnya”. Jakarta: CV. RAJAWALI.
Gazalba,
Sidi.1978. “ILMU,FILSAFAT dan ISLAM tentang MANUSIA dan AGAMA”. Jakarta:
Bulan Bintang.
Zaky,
dkk. 1998. “AKIDAH ISLAM”. Yogyakarta: UII Press.
Mutahhari,
Murtadha. 1990. “ Perspektif Al-Qur’an tentang manusia dan agama”.
Bandung: Mizan.
DPPAI,
Tim. 2017. “Pilar Substansial Ilam” Cetakan ke-4. Yogyakarta: DPPAI UII.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar