Sabtu, 16 Desember 2017

Manusia dan Agama dalam pandangan Islam

MAKALAH
MANUSIA DAN AGAMA
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Keagamaan)

Description: http://hrrca.org/wp-content/uploads/2015/04/uii_logo-221x300.jpg

Disusun:
Bayu Setiadji                          (17231014)
Nabilla Fadyah Migisya           (17231015)
Imas Siti Nurhamidah             (17231016)
Reny Sri Wahyuni                    (17231017)




PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALISIS KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2017

KATA PENGANTAR


              Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan guna sebagai penunjang pembelajaran.
              Harapan kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
              Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Yogyakarta, 09 September 2017


                                                                                    Penyusun


DAFTAR ISI






BAB 1 PENDAHULUAN


Manusia adalah objek yang sangat unik dan menarik. Oleh karenanya ia menjadi sasaran studi sejak dahulu, saat ini hingga kemudian hari. Semua lembaga pendidikan yang ada di dunia mengkaji manusia, karyanya dan dampak dari karya manusia terhadap alam dan dirinya sendiri. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studi dan keahliannya yang pada akhirnya melahirkan berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain, tetapi sampai saat ini para ahli itu belum mencapai kata sepakat tentang hakekat manusia itu sendiri. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia itu misalnya homosapien (binatang berakal), homo economicus (binatang ekonomi), dan sebagainya.
Berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam bab ini, akan dijelaskan pula kajian tentang manusia berdasarkan keterangan-keterangan Al Qur’an sebagai firman Allah SWT. Mengkaji manusia dalam perspektif Al Qur’an menjadi sangat penting dilakukan oleh umat muslim mengingat begitu banyaknya kajian tentang manusia dengan berbagai macam pendekatan. Kajian tentang manusia berdasarkan perspektif Al Qur’an akan memberikan informasi yang jelas dan benar serta tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan Allah SWT dalam Al Qur’an yang diakui sebagai sumber kebenaran yang hakiki.
Selain mengkaji tentang manusia, pada bab ini akan dikaji juga permasalah lain yang sangat terkait dengan manusia, yakni permasalahan agama. Agama merupakan suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari manusia, mengingat sejak manusia lahir ke dunia sebenarnya sudah dibekali oleh Allah dengan fitrah beragama, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar Rum (30) : 30
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[30].
Karena itu keterkaitan antara manusia dan agama merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia dan manusia tidak dapat hidup dengan teratur dan sejahtera di dunia ini tanpa agama.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Dalam makalah ini permasalahan yang kami tinjau adalah :
1.      Dari mana asal manusia?
2.      Bagaimana manusia dalam pandangan islam?
3.      Apa itu agama?
4.      Apa faedah beragama?
5.      Apa hubungan manusia dan agama?
1.      Untuk memahami asal-usul manusia menurut pemikiran ilmu dan naqal
2.      Untuk mengetahaui pengertian, klasifikasi, dan faedah dari agama
3.      Untuk saling bertukar pikiran diantara sesama anggota kelompok
4.      Membangun kerjasama antar anggota kelompok
5.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Keagaamaan




BAB 11 PEMBAHASAN


Pembicaraan kita tentang manusia dan agama kita mulai dari manusia itu sendiri. Siapakah manusia itu ?
Pertanyaan tersebut dijawab oleh dua sumber, akal dan naqal. Jawaban akal berasal dari manusia, sedangkan jawaban naqal berasal dari tuhan. Jawaban manusia terbagi dua pula, pertama, berdasarkan pengetahuan primitifatau bersahaja, kedua penetahuan ilmu. Jawaban dibagi dua pula, pertama, yang dianggap atau yang di percayai berasal dari tuhan, yang kedua, yang sungguh-sungguh berasal dari tuhan yang maha esa. Disamping itu ada lagi jawaban jenis kelima, yaitu filsafat yang juga terbagi dua, yang berdasarkan pengetahuan akal semata-mata dan pengetahuan naqal.
Jawaban yang berdasarkan pengetahuan bersahaja dipandang oleh manusia modern atau pengetahuan ilmiah sebagai tahayul atau dongeng. Karena itu tidaklah perlu diuraikan disini. Yang penting ialah jawaban yang berdasarkan pengetahuan ilmu, karena banyak orang – orang akademik atau orang – orang modern berpegang adanya. Jawaban ilmiah di pengaruhi atau di galakkan oleh filsafat akal.
Pertanyaan tentang siapakah itu manusia berkaitan dengan dua pertanyaan lain: dari mana dan kemana akhirnya manusia itu?
Jawaban ini adalah mudah. Manusia itu berasal dari orang tuanya. Darimana pula asal orang tuanya itu. Masih mudah menjawabnya. Ya, mereka berasal dari pada orangtuanya pula. Kalau pertanyaan ini kita lanjutkan berulang –ulang, sampailah kita pada orangtua yang pertama. Orangtua pertama tentu tidak mempunyai orangtua. Bagaimanakah kejadiannya, sehingga orang tua pertama itu ujud?
Pertanyaan itu dijawab oleh dua ilmu dengan teori desedensi (keturunan) atau teori evolusi. Teori evolusi adalah anggapan ilmu bahwa jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang ada sekarang tidak lahir menurut ujudnya seperti yang sekarang ini. Dan manusia berasal dari bangsa yang lebih rendah, yakni hewan. Teri ini berpangkal dari Lamark, seorang ahli ilmu hayat termasyhur Prancis. Pada Lamarck tahun 1744-1829 teori itu baru bersifat spekulatif/pemikiran. Charles-Darwinlah (1809-1882), ahli ilmu hayat Inggris terkenal, yang menjadikannya ilmiah dengan memberikan dasar data-data.
            Namun teori evolusi itu makin lama makin nyata kelemahannya. Kelemahan yang paling banyak diperdebatkan ialah tentang “missing link”, yakni putusnya hubungan atau tidak ditemukannya jenis antara dari bangsa hewan kepada jenis manusia. Pokok-pokok dari teori Darwin telah dibatalkan oleh penemuan-penemuan ilmiah sesudah dia. Yaang bertahan dari teori itu ialah garis besarnya saja.
            Bila teori evolusi itu benar maka lapisan-lapisan baru harus menyimpan catatan-catatan yang lengkap tentang perkembangan hidup sepaanjang waktu geologis. Dan catatan tersebut harus mengaandung data bertahap yang kontinue tentang evolusi hidup, misalnya dari amuba sampai manusia. Ternyata apa yang diharapkan itu tidak terbukti, malah sebaliknyalah yang ditemukan.
            Kenyataan itulah yang membingungkan Darwin sendiri, seperti katanya:”.... secra keseluruhannya data geologis itu terlalu tidak lengkap. Sedangkan bila kita pusatkan perhatian kita hanya pada satu lapisan saja, maka lebih menyulitkan lagi: misalnya mengapa kita tidak menemukan didalamnya perbedaan-perbedaan bertahap diantara spesies yang dekat yang hidup dalam lapisan tersebut:. (the origin of spesies, 1872, bab 10)
            Teori evolusi memberatkan pandangan pada satu segi saja, yakni ia menekan kan persamaan pada sudut jasmaniah, sambil mengabaikan segi perbedaan yang asasi pada sudut rohaniah. Antara robot dan manusia memang ada segi persamaan nya, tapi segi perbedaannya jauh lebih asasi.
            Kesimpulan jawaban ilmu terhadap pertanyaan tentang asal manusia ialah: manusia berasal dari hewan. Ia lahir di ujung evolusi dunia binatang. Darwin menteorikan: manusia dan beruk bermoyangkan sama, yakni kera purba. Teori ilmu itu adalah jawaban akal manusia. Manusia adalah makhluk yang nisbi, karena itu akalnya terbatas, betapapun melonjak tingginya ilmu dan teknologi yang dihasilkannyadi masa modern kini. Karena terbatasnya akal, nisbi pulalah teori evolusi yang disusunnya. Maka tak heranlah, kalau timbul kritik-kritik terhadap teori itu.
            Sekarang kita tinjau pula apa jawaban naqal (firman Tuhan dan sabda Utusan-Nya)  terhadap masalah asal manusia. Agama di dunia ini bukanlah satu. Karena itu berbeda-beda kepercayaan tentang Tuhan dan Utusan-Nya. Maka berbeda-beda pula naqal yang dipercayai berasal dari kedua sumber itu. Diantara perbedaan-perbedaan itu ada perbedaan yang mencolok antara naqal dalam agama Islam dan agama-agama lain. Yang pertama dapat dipastikan oleh ilmu sejarah, karena memiliki fakta-fakta sejarah yang lengkap, sedangkan yang kedua tidak. Karena pada agama Islamlah turunnya naqal itu dapat dipertanggung-jawabkan dalam ilmu sejarah, kita batasilah jawaban naqal itu dengan agama Islam saja.
            Dalam Al-Quran, kitab suci Islam, yang merupakan kodifikasi (himpunan tertulis) firman-firman Allah, banyak ditemukan ayat yang menerangkan asal kejadian manusia, diantaranya:

 ۖحَيٍّ شَيْءٍ كُلَّ الْمَاءِ مِنَ وَجَعَلْنَا  ۖ هُمَافَفَتَقْنَا رَتْقًا كَانَتَا وَالْأَرْضَ السَّمَاوَاتِ أَنَّ
“...langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”(Q.S. Al Anbiya:30)
امَذْكُورً شَيْئًا يَكُنْ لَمْ الدَّهْرِ مِنَ حِينٌ الْإِنْسَانِ عَلَى أَتَىٰ هَلْ
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?.” (Q.S Al Insan:1)
وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
“Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.”(Q.S. Nuh:14)
وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan pertumbuhan (yang berangsur-angsur).”(Q.S. Nuh:17)
لَازِبٍ طِينٍ مِنْ خَلَقْنَاهُمْ إِنَّا
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat.”(Q.S. As Shaffat:11)
فَيَكُون كُنْ لَهُ قَالَ ثُمَّ تُرَابٍ مِنْ خَلَقَهُ ۖ  آدَمَ كَمَثَلِ اللَّهِ عِنْدَ عِيسَىٰمَثَلَ إِنَّ
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia.” (Q.S. Ali ‘Imran:59)
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”(Q.S. Al Hijr:28)
   .مَّهِينٍ مَّاء مِّن سُلَالَةٍ مِن نَسْلَهُ جَعَلَ ثُمَّ.طِينٍ مِن الْإِنسَانِ خَلْقَ وَبَدَأَ خَلَقَهُ شَيْءٍ كُلَّ أَحْسَنَ الَّذِي
.تَشْكُرُونَ مَّا قَلِيلًا وَالْأَفْئِدَةَ وَالْأَبْصَارَ السَّمْعَ لَكُمُ وَجَعَلَ رُّوحِهِ مِن فِيهِ وَنَفَخَ سَوَّاهُ ثُمَّ
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)wya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”(Q.S. As-Sajdah:7-9)
Ayat-ayat tersebut menguraikan tentang asal kejadian manusia dari tanah dengan istilah yang bermacam-macam. Diujung pembentukan jasmani, dihembuskan Tuhan roh kedalam jasad manusia. Maka manusia memiliki juga hidup rohaniah.
Demikianlah dalam dunia ilmu data-data yang ditemukan pada alam menjadi dasar teori evolusi, sedangkan dalam agama Islam data-data yang ditemukan dalam Quranlah yang menjadi dasar ajaran tentang asal kejadian manusia.
Menurut ilmu, manusia terdiri dari jasad yang material, yang tak banyak bedanya daripada jasad hewan. Ambil misalnya perbedaan lahiriah antara manusia dan antropoide (tingkat hewan yang tertinggi). Perbedaan yang menonjol hanyalah pada otak dan tangan. Otak manusia lebih besar, dengan kulit otak yang lebih sempurna dan tangannya yang demikian baik susunannya. Kerjasama yang selaras antara empu dan jari-jari tangan memungkin tangan menjadi alat pemegang. Dengan fungsi itu tangan jadi pangkal teknik, yakni kerja dengan alat. Kemampuan tangan itu memungkinkan manusia bertukang. Ilmu pertukangaan itu disebut teknologi.
            Tetapi dari segi batiniah besar sekali beda manusia daripada hewan. Manusia mempunyai jiwa, yang memungkinkan otak itu berfikir. Kalbunya jadi sumber penghayatan rohaniah dan tangan jadi pangkal teknik, mewujudkan apa yang dipikirkan oleh otak dan dirasakan oleh kalbu. Dengan diakui adanya jiwa dalam diri manusia, maka ilmu menyediakan suatu cabang ilmu khusus, yakni ilmu jiwa atau psikologi, untuk mengkaji perkara-perkara tentang kejiwaan. Jiwa memungkinkan individu-individu manusia membentuk kehidupan sosial. Kehidupan sosial membentuk masyarakat. Dengan masyarakatlah manusia hidup secara kemanusiaan.
Adapun jawaban Islam atas pertanyaan yang sama, proses kejadian manusia sebagai individu diuraikan oleh Al-Quran dan Hadits:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ٠ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ٠ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ٠

“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al Mu’minun:12-14)
Hadits mengulas ayat tersebut sebagai berikut:
“Bahwasannya seorang kamu dihimpunkan kejadiannya di dalam perut ibunya selama 40 hari, kemudian merupakan alakah (segumpal darah) seumpama demikian (selama 40 hari, kemudian dia merupakan mudghatan (segumpal daging)seumpama demikian (selama 40 hari). Kemudian Allah mengutus seorang malaikat, maka diperintahkan kepadanya (malaikat) empat perkataan. Dan dikataakan kepada malaikat: engkau tuliskanlah amalannya, dan rezekinya dan ajalnya dan celaka atau bahagianya. Kemudian ditiupkanlah kepada makhluk itu roh...” (H.R. Bukhari:248).
            Proses evolusi kejadian individu yang diberitakan sebagai wahyu oleh Tuhan dan diucapkan sebagai Hadits oleh Utusan-Nya 14 abad yang lalu tidak berlawanaan dengan apa yang berhasil dikaji oleh geneakologi (ilmu kandungan) di masa kini. Hanya saja pengisian roh oleh Tuhan kedalam janin tak mungkin ditangkap oleh penelitian ilmu, karena roh itu bersifat gaib dan penghembusannya juga gaib. Dan kajian ilmu, seperti telah disinggung diatas hanya mengenai alam nyata.
            Jiwa yang bersifat gaib hakiki tidak akan terkaji oleh ilmu. Dan filsafat akan menafsirkannya bermacam-macam, yang hanya akan menimbulkan keraguan. Karena tentang perkara roh tidak ada kemampuan akal memecahkannya, maka Qur;an memperingatkan: “mereka akan bertanya kepadamu tentang roh. Jawablah roh itu masuk urusan Tuhan, kepadamu hanya diberi sedikit pengetahuan.” (Q.S Al Israa’:85). Pengetahuan yang sedikit itulah yang dimiliki oleh ilmu.
            Dengan adanya roh terjadilah perkembangan anak manusia menjadi makhluk rohaniah-sosial itu dalam laku-perbuatan manusia diakui sepenuhnya oleh kajian ilmu, bahkan juga oleh teori evolusi.
            Dengan pandangan serba-zat, ilmu beranggapan bahwa budi (rasio) yang berpikir merupakan fungsi otak, dan merasa rohaniah merupakan fungsi kalbu. Kajian ilmu jiwa menguraikan rasa rohaniah itu dalam enam unsur, yaitu rasa agama, rasa etika, rasa estetika, rasa intelek, rasa sosial, dan rasa diri sendiri. Tetapi apakah betul organ itu yang berpikir dan organ kalbu itu yang menghayati? Pertanyaan yang sejajar dapat diajukan tentang penglihatan. Apakah betul mata itu yang melihat? Apabila tidak ada cahaya, apakah mata itu melihat benda-benda yang ada dihadapannya? Apabila rangsangan-rangsangan yang ditangkap oleh mata tidak disalurkan oleh saraf-saraf mata ke otak, apakah mata itu melihat juga?
            Tentang mata kita dapat memastikan, bahwa sesungguhnya bukan matalah yang melihat, tapi ia hanya sekedar alat penglihatan. Bagaimana dengan otak dan kalbu? Bukankah hewan juga mempunyai otak dan kalbu? Tetapi kenapa ia tidak berpikir dan menghayati? Jawaban yang tersedia ialah, kedua organ itu hanyalah sekedar alat. Sesungguhnya yang melihat dan menghayati itu adalah substansi yang berada di belakang kedua organ tersebut. Substansi itu ialah roh, yang berada di belakang materi jasad, yang menjadikan organ-organ badan sebagai alat untuk kehidupan batin, untuk kegiatan-kegiatan rohaniah. Sebab yang hakikat pada manusia adalaah rohnya, bukan badannya yang tak banyak bedanya dari pada hewan, yang sekali dalam tujuh tahun mengalami pergantian sel-sel.
            Jasad manusia berasal dari zat-zat bumi, tumbuh melalui proses dalam rahim ibu menjadi janin, untuk keluar sebagai bayi diujung evolusinya. Demikian pula dengan binatang. Tetapi dalam proses pertumbuhan badan manusia, Tuhan menghembuskan roh. Ini tidak terjadi pada hewan. Karena roh itu maka terjadilah perbedaan asasi antara manusia dan hewan.
            Dengan demikian, nyatalah bahwa manusia terdiri atas dua substansi, materi yang berasal dari bumi dan roh yang berasal dari tuhan. Maka yang hakikat pada manusia adalah roh itu, sedangkan jasad hanyalah alat yang dipergunakan oleh roh untuk menjalani kehidupan material di alam yang material ini.
            Dengan adanya roh adapula aktivitas berpikir dan merasa. Jalinan pikir dan rasa inilah sesungguhnya yang dikandung oleh akal.
            Akal berasal dari kata Arab (‘aqal). Dalam bahasa Indonesia orang biasa menyalinnya dengan pikir/pikiran. Jadi kata jadian berakal, disalin dengan berpikir. Tidak beraka: tidak berpikir.
            Dengan demikian pengertian yang dikandung oleh istilah akal adalah pikir dan rasa. Ia terbagi dalam dua segi dan tiap segi berpotensi untuk bekerja sendirian. Tetapi dalam bentuknya yang penuh atau dalam ujudnya yang lengkap, akal itu ialah jalinan kerja budi dan kalbu, kerjasama antara pikir dan rasa. Apabia budi dan kalbu bekerja sendiri-sendiri, hasilnya akan berat sebelah. Hanya dengan aktivitas akallah akan tercapai hasil penuturan (reasoning) yang maksimal, karena dapat dopertimbangkan dua tenaga rohaniah yang menjadikan manusia makhluk tertinggi diantara makhluk-makhluk yang ada.
            Frederik W. Bailes mengistilahkan budi dengan “pikir objektif” dan rasa dengan “pikir subjektif”. Tentang aktivitasnya masing-masing dilukiskannya sebagai berikut:
Pikir objektif manusia ialah pikir yang melakukan penuturan, melakukan pilihan dan memberi arah. Ia tidak mencipta, melainkan terutama memberi arah kepada aktivitas mencipta. Pikir subjektifnya ialah pikir yang mencipta, ia adalah kedalaman yang jauh, tersembunyi dan tak sadar, dalam mana semua pemikiran dan laku perbuatannya yang sudah-sudah tersimpan. Pemikiran dan laku-perbuatan itu tidaklah hilang, sekalipun ia secara sadar tak dapat mengingatnya, tapi muncul dalam mimpi dan kompleks-kompleks. Pikir subjektif merawat kerja yang beragama dari jasmani.
Pikir (objektif dan subjektif) menurut Dokter itu merupakan perantara atau penghubung anatara roh dan badan. Bailes menggambarkan manusia dalam bentuk tiga lingkaran, yang mempunyai titik pusat yang sama. Lingkaran pusat adalah roh. Lingkaran kedua, yang terletak antara lingkaran pertama dan ketiga ialah pikir objektif dan pikir subjektif (atau istilah kita akal). Lingkaran ketiga, yakni yang sebelah luar adalah badan atau fisik.
        I.            Pusat lingkaran diibaratkan Roh,
      II.            Lingkaran kedua, diibaratkan akal,
    III.            Lingkaran ketiga, diibaratkan jasad.



I
II
III
 







Apa yang terjadi pada jasad (baik tingkah-laku dan perbuatan ataupun gejala-gejala seperti penyakit) bukanlah berasal dari roh, tapi dari pikir dan rasa. Dengan demikian laku atau perbuatan yang salah atau jahat bukanlah berasal dari roh, tapi dari mind (istilah yang dipakai Bailes untuk menunjuk pikir objektif dan subjektif). Jadi mindlah yang melahirkan laku-perbuatan atau gejala yang tidak baik atau jahat. Dan isi mind itu berasal dari seluruh pengalaman individu semenjak ia lahir.
Kenapa perbuatan jahat atau penyakit dilahirkan oleh mind, atau akal? Roh itu suci, karena berasal dari yang maha suci. Yang mungkin bernoda adalah akal. Akal yang kotor ini menutup kesucian roh dan melahirkan penyakit dan perbuatan jahat.
Pemakaian istilah mind oleh Bailes, yang menunjuk himpunan pengertian pikir objektif dan pikir subjektif, sejajar dengan istilah akal yang kita pakai, yang menunjuk aktivitas budi (pikir) dan aktivitas kalbu (rasa).
Manakala diteliti posisi roh , akal dan jasad dalam saling hubungannya pada diri manusia, dapatlaj disimpulkan, bahwa akal merupakan fungsi roh dan jadi penghubung antara roh dan jasmani. Kesimpulan ini sejajar dengan teori Bailes.
Hanya tentang jawaban pertanyaan “apakah itu roh” terdapat perbedaan besar antara teori Bailes dan ‘aqidah Islam. Bagi Bailes roh itu adalah sebagian dari roh universal, yakni Tuhan. Dengan demikian ia berfahamkan panteisma atau wihdatul-wujud, paham penyatuan Kholik dan makhluk. Bagi akidah islam yang berfahamkan tauhid, adalah roh ciptaan Allah, yang dihembuskannya kedalam janin dalam proses pertumbuhan individu manusia. Dengan demikian ada jarak antara Pencipta dan alam.
            Budi dan kalbu masing-masing mempunyai kekuatan, disamping kelemahannya. Apabila budi dan kalbu bekerja sama, maka yang satu dapat mengisi kelemahan yang lain. Perimbangan inilah yang jadi tenaga akal yang luar biasa. Tenaga inilah yang dituntut oleh Islam agar dimiliki oleh tiap muslim.
            Kalau hanya menggunakan budi saja, maka Tuhan tidak akan pernah ditemukan. Karena sasaran budi adalah material, sedangkan Tuhan tidak bersifat material. Kalau hanya menggunakan penghayatan saja, maka tiap-tiap makhluk ghaib ditangkap. Maka orang menjadi syirik dan jatuh kepada kepercayaan serba-jamak Tuhan (politeisma), percaya Tuhan atau Dewa lebih dari satu.
            Apabila budi dan kalbu bergerak seimbang, maka akan membawa orang kepada tauhid. Budi dengan penuturannya melakukan pilihan dan memberi arah kepada kalbu, sehingga tertempuh jalan lurus, Shiraathal Mustaqiim. Jalan lurus ini membawa orang kepada Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut oleh Islam dengan Allah. Bersabdalah Nabi:
“Wahai manusia!pakailah akal untuk mengenal Tuhanmu... ketahuilah bahwa akal itu menolong kamu untuk mengenal Tuhanmu!...”
Mukmin ialah orang yang percaya akan keesaan Tuhan, yang diistilahkan Tauhid. Kepercayaannya itu adalah hasil dari pemikiran dan penghayatannya. Karen aitulah Nabi berkata:
“Tiap-tiap sesuatu ada tiangnya. Tiang mukmin ialah akalnya...”
Demikian diberatkan peranan akal oleh Islam, sehingga akal dan Islam merupakan “dua yang satu”.
“Sesungguhnya Diin itu akal. Tidak ada Diin bagi Dia yang tidak memperunakan akal.”
Dengan demikian peningkatan Islam seseorang bergantung pada peningkatan akalnya. Untuk itu:
·         Budinya perlu diperkaya dengan ilmu;
·         Kalbunya perlu diisi dengan agama.
Perimbangan antara budi dan kalbu meningkatkan derjat manusia, perimbangan ilmu dan agama meningkatkan derajat keislaman seseorang.
Allah SWT berfirman:
لِيَعْبُدُونِ إِلَّا وَالْإِنْسَ الْجِنَّ خَلَقْتُ وَمَا
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Ad Dzariyat:56).
هَا كُلَّٱلْأَسْمَآءَ ءَادَمَ وَعَلَّمَ ...خَلِيفَةًۭٱلْأَرْضِ فِى جَاعِلٌۭإِنِّىا
“... aku menempatkan khalifah di bumi... Dan Tuhan mengajarkan kepada Adam nama segalanya.” (Q.S. Al Baqarah: 30-31)
            Manusia adalah pencipta (hanya mengubah bentuk) juga menyambung ciptaan pertama (Tuhan mencipta dari ketiadaan), pengganti pencipta pertama di dalam alam, mewakili pencipta yang pertama dalam kehidupan dunia. Inilah makna “khalifah fil ardh,” khalifah di bumi.
Pertanyaan sebagai judul diatas dengan mudah dijawab oleh pengetahuan sehari-hari, yaitu akhirnya manusia itu mati. “apa itu mati?” ini tidak terjawab oleh pengetahuan sehari-hari.
Bagi pengetahuan indera adalah mati itu tidak bernafas lagi, darah tak jalan lagi, tidak bergerak lagi, diam . . . , diam saja. Badan tegang dan dingin, berwarna pucat, setelah 24 jam kalau badan itu dibiarkan saja dalam udara terbuka, ia mulai membusuk. Ini adalah ciri-ciri luar dari kematian.
Hakikat mati yang sesungguhnya tetap jadi rahasia, tak mungkin dibongkar oleh ilmu.
Mati adalah gaib hakiki. Menurut Islam, hakikat manusia adalah roh yang berasal dari Tuhan, bukan jasad yang terbentuk melalui proses biologi dari bumi. Karena itu kematian bukanlah sesungguhnya berpangkal daripada organ jasad yang tidak berfungsi lagi, tapi karena roh keluar dari badan. Dengan keluarnya roh itu, maka organ-organ vital manusia tidak lagi menjalankan fungsinya. Kerusakan organ sebab, mati akibat.
يَتَوَفَّاكُمْ ثُمَّ خَلَقَكُمْ وَاللَّهُ
“Dan Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian diwafatkan-Nya kamu . . .” (Q.S. An Nahl : 70).
Ada macam-macam pengertian agama, yaitu:
a.       Agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu a yang berarti “tidak”, dan gama yang berarti “kacau”. Jadi, kata agama berarti “tidak kacau” atau “teratur”. Dengan demikian, agama adalah peraturan yang mengatur manusia agar kehidupannya menjadi lebih teratur dan tidak kacau.
b.      Dalam bahasa Inggris, agama disebut religion; dalam bahasa Belanda disebut religie, berasal dari bahasa Latin relegere yang berarti mengikat, mengatur, atau menghubungkan. Jadi, religion, atau religie dapat diartikan sebagai aturan hidup yang mengikat manusia dan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Meskipun pengertian tentang agama yang dikemukakan oleh para sarjana Barat berbeda-beda, tetapi ada bentuk-bentuk yang memberikan ciri-ciri khas dari kepercayaan dan pemujaan, misalnya kepercayaan kepada Dewa-Dewa atau Tuhan; kebaktian atau penyebahan kepadanya, kepercayaan kepada yang sakral dan yang profane, kepercayaan kepada wahyu atau pencarian keselamatan dan kebahagiaan hidup.
c.       Dalam Al-Quran atau Hadits Nabi, agama disebut dengan kata diin atau millah atau syari’ah. Kata diin atau ad-diin artinya pembalasan, adat kebiasaan, peraturan, atau hari pembalasan/hari kiamat. Kata millah berarti undang-undang atau peraturan. Kata syari’ah berarti jalan yang harus dilalui atau hukum.
Di dalam Al-Quran kata diin sering dihubungkan dengan kata Al-Islam, Allah, Al-Haq, Al-Qayyim. Hal ini dapat dilihat dalam perkataan:
·         Dinul-Islam (agama Islam), dalam Q.S Ali Imran (3):85 dan Q.S. Al-MaidahI(5):3.
·         Ad-Diinul Qayyim (agama yang lurus), dalam Q.S At-Taubah (9):36; Q.S. Al-Bayyinah (98):5.
·         Diinullah, dalam Q.S. Ali-Imran (3):83; Q.S. An-Nahsr (100):2.
·         Ad-Diinul Haq, dalam Q.S At-Taubah (9):29,33.
Perkataan Al-Millah dapat ditemukan dalam Q.S. Al-An’am (60):161;Al-Haj(22):78.
Perkataan Syari’ah dapat dijumpai dalam surat Al-Jasiyah(45):18.
Perlu dikemukakan bahwa arti kata Ad-Diin lebih bersifat umum, yang dalam Al-Quran digunakan untuk menyebut agama Islam dan agama selain Islam. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. Al-Kafirun(109):6.
Dalam Living Religions of the World, Ahmad Abdullah Al-Masdoosi membagi agama menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Revealed and Non-Revealed (agama wahyu atau agama samawi)
Revealed and Non-Revealed (agama wahyu atau agama samawi) adalah agama yang ajarannya menghendaki iman kepada Allah, kepada para Rasul-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya, dan pesan-pesannya untuk disebarkan kepada segenap umat manusia, Revealed-religions sering disebut agama wahyu, agama langit, agama samawi, atau agama profetis. Menurut al-Masdoosi agama yang termasuk kedalamnya adalah Yudaisme, Kristen, dan Islam.
b.      Missionary and Non-Missionary
Menurut al-masdoosi, pada dasrnya agama wahyu adalah agama missionary (agama dakwah), sedangkan agama non-wahyu bukan agama missionary. Agama missionary satu-satunya hanyalah agama Islam.

c.       Geoghraphical-racial and universal
Agama yang termasuk kedalam kelompok ini adalah sebagai berikut:
·         Geografical Simetik, yaitu agama Yahudi, Nasrani, dan Islam;
·         Geografical non simetik, terbagi menjadi:
                    i.            Non-semetik-arya, yaitu Hinduisme, Jainisme, Sekhisme, dan Zoroastrianisme;
                  ii.            Non semetik-mongolian, yaitu Taoisme, Shintoisme, Confusionisme.
·         Geografical non-semetik yang merupakan campuran arya dan mongolia adalah Buddhisme.
Sementara itu, agama yang termasuk kedalam semetik universak hanyalah Islam.
Sejak zaman primitif sampai zaman ultra modern (era globalisasi) saat ini, manusia tetap memerlukan Tuhan atau agama. Ini membuktikan bahwa bertuhan atau beragama menjadi fitrah manusia. Meskipun kehidupan agama sering dihalang-halangi oleh faham materialisme, komunisme, positivisme, dan pragmatisme agama tetap hidup dan tumbuh sepanjang zaman, tidak pernah mati.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan informasi dengan segala akibat negatifnya di dunia Barat, seperti mengesampingkan agama dan menempatkan akal sebagai suatu ukuran yang mutlak. Telah menimbulkan krisis diberbagai sektor kehidupan, terutama krisis dalam bidang moral. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan manusia kepada kehidupan yang mudah dan menyenangkan. Segala kebutuhan fisik dapat tercapai. Namun, ternyata setelah kebutuhan hidup secara materil tercukupi, masih ada kekurangannya. Ada kebutuhan primer lain yang harus dipenuhi, yaitu pegangan untuk hidup berupa agama. Dengan agama manusia akan diberi petunjuk tentang apa fungsi, tugas, serta tujuan hidupnya. Disamping itu agama juga akan menunjukkan apa yang harus diusahakan dan bagaimana cara megusahakan dan memperolehnya.
Dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa bagaimanpun agama tetap diperlukan dalam hidup manusia. Tanpa agama atau imtaq, segala kemampuan manusia, baik dari segi pemikiran atau dari segi iptek, bukan akan memberikan kebahagiaan kepada manusia, melainkan justru membawa tragedi hidup, bahkan akan dapat membinasakan umat manusia.
Adapun faedah beragama antara lain :
        i.            Dapat menjadi pedoman dan petunjuk dalam hidup.
      ii.            Dapat menjadi penolong dalam mengatasi berbagai persoalan atau kesukaran hidup.
    iii.            Dapat memberikan ketentraman batin bagi mereka yang dapat menghayati dan mengamalkan agama dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi sejahtera dan aman sentosa ; kehidupan pribadi, rumah tangga, masyarakat dan bangsanya.
    iv.            Dapat membentuk kepribadian yang utuh atau membangun manusia seutuhnya.
Salah satu naluri (fitrah) manusia mempunyai naluri untuk beragama. Naluri beragama ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Agama dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis yang merupakan bagian dari kehidupan batin manusia yang paling mendalam. Dengan begitu, naluri beragama merupakan naluri yang tetap ada dalam diri manusia. Sebab naluri ini merupakan perasaan membutuhkan kepada Sang Pencipta Yang Maha Kuasa yang mengaturnya, tanpa memandang siapa yang dianggap Sang Pencipta tersebut.
Dalam Al-Quran, manusia berulang-kali diangkat derajatnya, berulang-kali pula direndahkan. Manusia dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan bahkan para malaikat; tetapi, pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahannam sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri.
Agama adalah tata hubungan manusia dengan Tuhan. Tata hubungannya itu dalam agama langit ditentukan sendiri oleh Tuhan melalui wahyunya. Selama Tuhan itu dipercayai sebagai Khalik dan manusia makhluk-Nya, tata hubungan tidak akan mungkin berubah, betapapun manusia itu mengalami kemajuan, sekalipun kebudayaannya berkembang pesat digerakkan oleh ilmu dan teknologinya yang luar biaa. Kebudayaan sebagai pernyataan hubungan manusia dan manusia serta manusia dan alam, dapat berubah serba terus, tetapi agama sebagai pernyataan hubungan manusia dengan Tuhan adalah serba tetap.
Tata hubungan manusia dan tuhan dalam agama budaya bukan berasal dari naqal, tetapi dari akal, dan yang berpikir berdasarkan kepercayaan ( yang berisi anggapan ) dan pengetahuan serta pengalaman manusia. Perkembangan kebudayaan mengubah kepercayaan, pengetahuan dan pengalaman itu, sehingga diperlukan perubahan agama, supaya ia tetap selaras dengan kebudayaan yang berubah itu.
Perkembangan kebudayaan dari masyarakat yang menganut agama langit tidak mengubah agama ( karena tidak ada kuasa manusia mengubah ketentuan Tuhan ), melainkan hanya merubah tafsiran tentang agam itu dan mungkin juga mengubah beberapa pelaksanaan atau norma agama.  
Menurut pendapat Ayatullah Murtadha Muthahhari (seorang ulama dan pemikir Iran yang karya-karyanya menjadi peletak dasar dari Revolusi Islam Iran) menunjukkan dalam Manusia dan Agama bahwa pada diri manusia ada sifat kehewanan dan kemanusiaannya. Karakteristik khas dari kemanusiaannya ialah iman dan ilmu (sains). Manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju “ke arah kebenaran-kebenaran dan wujud-wujud suci”. “Manusia tidak bisa hidup tanpa mensucikan dan memuja sesuatu”. “Oleh karenanya, kita menyimpulkan bahwa perbedaan yang paling penting dan mendasar antara manusia dan makhluk-makhluk lainnya ternyata pada iman dan ilmu (sains) yang merupakan kriteria kemanusiaannya”.
       Dengan pembahasan dari mana asal manusia, siapakah manusia, untuk apa manusia diciptakan, apa fungsi manusia, kemana akhirnya manusia, pengertian agama, klasifikasi agama, faedah agama,dan hubungan manusia dan agama  selesailah pembicaraan kita tentang manusia dan agama.
       Manusia memiliki dua substansi yaitu roh (dari Tuhan) dan materi (dari bumi).  Manusia terbagi dalam tiga bagian, yaitu roh, akal, dan jasad. Akal adalah fungsi roh dan merupakan penghubung antara roh dan jasad.
       Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikologi, dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya di hadapan Allah dan fungsinya di dunia sebagai khalifah Allah, mengatur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.
       Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan (tata hubungan manusia dengan Tuhan). Ia sendiri merupakan kebutuhan fitri dan emosional manusia, dan satu-satunya sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fitri manusia yang tak sesuatu pun dapat menggantikan kedudukannya.
       Manusia tanpa agama adalah makhluk yamng tragis dan tidak sempurna. Makhluk hidup semacam ini menjadi serakah, pembunuh, dan kikir. Mereka itu lebih hina dari binatang jahanam sekalipun.
Dalam pembuatan makalah pendidikan keagamaan tentang manusia dan agama, demikian yang dapat kami paparkan. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami khususnya. Dan tentunya makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat  kami butuhkan , guna memperbaiki makalah selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahnya
Saifuddin Anshari, Endang. 1975. WAWASAN ISLAM “pokok-pokok fikiran tentang Islam dan ummatnya”. Jakarta: CV. RAJAWALI.
Gazalba, Sidi.1978. “ILMU,FILSAFAT dan ISLAM tentang MANUSIA dan AGAMA”. Jakarta: Bulan Bintang.
Zaky, dkk. 1998. “AKIDAH ISLAM”. Yogyakarta: UII Press.
Mutahhari, Murtadha. 1990. “ Perspektif Al-Qur’an tentang manusia dan agama”. Bandung: Mizan.
DPPAI, Tim. 2017. “Pilar Substansial Ilam” Cetakan ke-4. Yogyakarta: DPPAI UII.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menggapai RidhoMu

bismillah do'aku kepadaMu teruntuk ayah ibuku Menggapai Ridho-Mu Bersahabat dengan kegagalan Itulah mengapa aku tak rugi mengenal...